Breaking a Habit

Rasanya dua minggu lalu, load kerjaan terasa begitu tinggi – jika tidak mau dikatakan ‘over’ atau ‘too much’. Teman-teman kantor mengajak nonton film yang katanya ditunggu-tunggu reborn-nya. Saya meragu. Kemudian diyakini, “Udah…ikut aja. Ketawa-ketawa”.

Well…saya pun ikut nonton.

Sepanjang film diputar, tawa penonton meledak. Tawa teman-teman saya meledak.

Saya?

Mengerenyutkan dahi, tertawa sinis, dan berpikir, “Is it really funny? Or am the one who do not have humour sense in this cinema?”

***

Breaking the habit

Paling tidak malam dua minggu lalu, saya melakukan sesuatu di luar kebiasaan, yaitu menonton film yang saya nilai dari awal tidak menarik.

Paling tidak, mencoba.

Easy for the others, may be it would be hard for me.

Deva

 

Think for The Best

“Jangan tutup pintu rejeki orang. Siapa tahu di sana ada berkah orang tersebut yang dititipkan ke kamu.”

Kalimat sederhana yang dikeluarkan oleh Tella semalam saat saya bercerita tentang rekomendasi nama untuk di tim saya, yang tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.

“Coba aja dulu”.

Saya langsung merasa, “Eh iya benar juga. Siapa tahu memang ada berkah dia di tempat ini dan siapa tahu saya bisa menggali potensinya.”

Kadang ya…eh sering deng, pikiran negatif lebih cepat datang daripada pikiran positif. Rasanya kok ya lebih mudah berpikir kemungkinan terburuk daripada kemungkinan terbaik yang mungkin terjadi. Padahal di Al Quran sudah jelas bahwa ‘Allah sesuai prasangka umatNya.’

“Kamu percaya kalau pikiran negatif akan benar-benar terjadi jika kita terus memikirkannya?”

Dengan cepat, Tella mengangguk. “Percaya banget.”

 

Yeah…sering banget niat hati ingin berpikiran baik tapi yang keluar malah energi negatif. Mungkin ini saat yang tepat untuk piknik? Hahaha *buang kalendar yang udah gak jelas coretan sana sininya*

So yeah, apa kabar semuanya?

Sibuk menyiapkan diri untuk kemungkinan terbaik atau terburuk?

Deva

Kamu Payung, Jaket, Sweater, atau Jas Hujan?

“Gak mau pake payung, ah. Pake jaket aja. Ada topinya, kok!” Deva kecil selalu ngomong gitu setiap kali Mamanya menyuruh menggunakan payung jika musim hujan datang.

Maklum ya, namanya anak kecil…maunya yang praktis. Deva kecil selalu gak mau repot. Turun naik angkot dan bis kalau pakai payung pasti repot buka tutupnya, pikir Deva kecil saat itu. Payung pun tergeletak begitu saja. Pun, jika disuruh beli sesuatu ke warung dekat rumah, Deva kecil lebih memilih basah-basahan daripada menggunakan payung.

Singkat kata, Deva kecil gak temenan sama payung.

Continue reading “Kamu Payung, Jaket, Sweater, atau Jas Hujan?”