Burnout saat WFH?

Ada yang merasakannya?

Depa lagi burnout?

Nope at all.

Tulisan ini terinspirasi dari Live IGnya Koh Ruby yang menjawab pertanyaan followers-nya yang kurang lebih seperti ini, “Koh gimana caranya menghadapi bos yang minta kita ready 24/7 padahal gak urgent sama sekali?”

Jawaban Koh Ruby very simple, “diemin aja”.

πŸ˜€

Lalu jawaban selanjutnya, besoknya di kantor jelaskan alasan kamu mendiamkan pesan bos tersebut. Misal bahwa jam 8 malam itu sudah waktunya menghabiskan waktu dengan keluarga, me time, dsb.

Terus kalau dimarahi gimana?

Koh Ruby bilang, “Ya gak apa-apa dimarahi sekali, yang penting kita sudah coba untuk menyampaikan pendapat. Dan jika hal ini terus berulang padahal perform kita sudah bagus tapi terus dikejar 24/7 ya perlu cari di tempat lain.”

Wah secepat itukah memutuskan untuk resign?

Jangan terlalu responsif, guys!

Artinya komunikasi antar atasan dan bawahan memang harus dibangun dengan baik banget. Terutama di masa working from home ini.

Buatku ya kita harus menganalisa dulu karakter atasan, ada di generasi mana atasan kita ini. Apakah boomer, milenial atau bahkan mungkin usianya lebih muda dari kita.

Kenapa harus dianalisa? Ya karena pengenalan sistem working from home ini kan massif dilakukan saat pandemi ya. Belum semua kantor dan atasan dapat beradaptasi dengan baik mengenai sistem ini.

Working from home sama sekali bukan berarti kerja 24 jam 7 kali seminggu, ready anytime saat kantor butuhin kita. Tetap harus ada barrier nya. Harus ada sistem kerjanya.

Dan itu sih yang saya lakukan.

Ah masa Dep, bukannya kamu malam juga masih suka kerja?

Yes, suka dan kadang juga berdiskusi dengan tim.

Tapi lagi, itu ada penyesuaian sana sini.

Gini, pelan-pelan ya.

Saya menilai diri saya dulu ya. I am workaholic. Beneran. I love what I do. Dan di rumah sangat fleksibel sih, terlebih karena sekarang juga tinggal sendiri. Pun jika lagi bersama keluarga, ya mereka very support. Karena pengenalan sistem working from home sudah saya jalani sejak dulu. Artinya apa? Artinya, ya saya santai saja jika ada anggota tim yang mengajak diskusi di atas jam 7 malam.

Setiap hari ready?

Nope. Ada masa kok di mana saya juga mendiamkan pesan dari tim. Biasanya ya kalau saya sudah kelelahan. Saya meresponnya baru besok paginya. Dan mereka ya ok-ok saja.

Jadi apa yang perlu digarisbawahi? Knowing the urgency and your capacity.

Tapi ini tuh bos hubungi gak pagi gak siang gak malam, gak ada yang urgent, Dep!

Nah kalau saya ya sedikit banyak setuju dengan pendapat Koh Ruby, penting banget untuk dikomunikasikan ke atasan. Kalau atasan yang bijak, dia akan bisa memilah prioritas. Sebelum ngobrol dengan atasan, penting banget buat baca doa agar gak salah-salah kata dan ekspresi hehe…

Dep pernah gak balas chat atasan pas di luar jam kerja?

Pernah lah.

Karena apa? Karena ndak urgent.

Dan diresponnya gimana sama atasan?

Ya santai aja karena emang gak urgent. Biasanya sih reminder to do list besok apa aja.

Bargaining position saat hendak berdiskusi dengan atasan juga tidak kalah penting lho.

Jangan sampai nih, kita pengennya atasan tuh A, B, C, D yang baik-baik dan keren deh tapi performance kita di kantor ya biasa saja. Biasanya negosiasi akan lebih mudah kalau semua tugas dikerjain dengan excellence. Percaya deh! πŸ˜‰

Dep, terus gimana nih bawahanku ada yang burnout? Kreativitasnya mentok! Menghilang dia dari peredaran selama 2 hari!

Well, itu pun pernah saya alami dengan anggota tim.

Jawabannya sederhana tapi perlu jungkir balik untuk melakukannya yaitu: give them time.

Apalagi kalau di dunia kreatif. Gak bisa dipaksa. Beneran. Well, bisa namun hasilnya biasanya sih…di bawah ekspektasi atau bahkan di bawah standar. Jadi yawda kasih mereka waktu aja untuk mengambil jeda. Dan ketika mereka sudah kembali, jangan dimarahin! πŸ˜€

Sependek pengalaman saya ya kalau kerjanya tuh penuh tekanan, akan jauh sih dari kenyamanan dan hasil yang excellent. Seperti yang saya sebutkan di atas saya workaholic bahkan dulu perfeksionis banget. Tapi ya seiring berjalannya waktu, saya memahami bahwa akan sulit lho bekerja dengan standar diri yang terlalu sempurna sedangkan hal ini bisa terlalu menjadi beban tim. Artinya apa? Harus ada proses adjustment. Dan ini sangat harus dikomunikasikan dengan tim.

***

Burnout bisa sangat mungkin dialami oleh setiap orang, apapun levelnya.

Yang perlu disadari bersama bahwa bekerja di dunia perkantoran ya harus bareng bersama tim. Gak bisa lari sendiri, gak bisa maju sendiri. Harus seirama. Adjustment terus saja setiap saat. Yang penting ada kesepakatan antar tim.

Sekarang tugas masing-masing pribadi untuk mencari solusi dari burnout-nya tersebut. Tips dari saya nih, yang saya lakukan jika burnout:

  1. Tutup akses WA, Telegram dan email dari laptop.
  2. Yoga atau workout.
  3. Netflix-an.
  4. Ngobrol sama keluarga dan/ atau teman-teman.
  5. Window shopping
  6. Youtube-an atau baca buku yang ringan-ringan.
  7. Jalan-jalan ke luar rumah, either ke supermarket atau ngeliat yang ijo-ijo. πŸ˜€

Atau kalau ke-7 hal itu masih kurang, cara teranyar adalah TIDUR. Yeap, tidur! Karena kurangnya kualitas tidur itu bisa memengaruhi kualitas mood lho. Yang lagi burnout, coba cek kualitas istirahatmu seperti apa ya. πŸ˜€

Kalau freelance burnout gimana? Ya kamu yang tahu border dan kapasitasmu. Kamu buat pertimbanganmu sendiri, apakah oke mengejar uang yang besar tapi sulit untuk me-time atau kamu mau berkorban waktu personal demi cuan? You decide. Karena dunia freelance ya bosnya itu dirimu sendiri. Seketika kamu tidak pintar dalam manajerial waktu dan energi maka akan menyulitkan diri sendiri, kan? πŸ™‚

Tumben nih nulis cukup panjang. :’)

Satu hal terakhir, kalau lagi burnout karena banyaknya kerjaan – tutup laptop, liat ke langit, inhale dan exhale sambil pelan-pelan bersyukur bahwa di masa pandemi ini kamu masih bisa kecapekan karena kerja. Padahal di luar sana banyak yang kecapekan karena mencari kerja untuk kebutuhan sehari-hari.

Be grateful ya.

β€œDan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; β€œSesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS. Ibrahim: 7).

Semoga harimu semakin berkah dan bercahaya ya!

Ladeva

Tips Membuat Open Trip

Duile judulnya seakan-akan sudah pernah mengadakan open trip jutaan kali ya hahaha…tapi berhubung pernah jadi boleh lah ya bikin tulisan ini. πŸ˜€

Tapi sebelum membahas tentang tipsnya, teman-teman sudah tahu kan ya open trip itu apa? Sudah ada yang pernah coba?

Oke oke, jadi gini…

Open trip itu perjalanan yang dilakukan dengan teman-teman baru. Beneran baru. Karena biasanya berkenalan saat memutuskan untuk bergabung di perjalanan. Sekarang sudah banyak open trip semacam ini, biasanya dilakukan oleh para komunitas traveling dan dipublikasikan di media sosial. Landasan utama seseorang untuk bergabung di sebuah open trip adalah kepercayaan.Β  Jadi, para pembuat open trip sangat harus berusaha menjaga kepercayaan dari para membernya tuh.

Tips yang pertama untuk membuat open trip adalah pastikan bahwa kita tahu medan yang dituju.Β Survey is a must. Jangan sampai kita semangat banget ke Aceh tapi kita belum tahu ke sana naik apa, belum tahu ongkosnya berapa, dsb. Kecuali kalau memang dari awal jujur mengatakan bahwa belum pernah ke sana tapi bertujuan untuk berpetualang bersama. Kan ada tuh komunitas yang biasa berpetualang ke sana ke mari tanpa tahu lebih lengkap seluk beluk lokasi. Tidak salah dengan hal tersebut karena sudah diinfokan dari awal. πŸ™‚

Kedua adalah punya kenalan yang bisa diandalkan selama di lokasi.Β Kenapa? Agar informasi detail tentang lokasi, yang belum tentu ada di internet, bisa kita dapatkan. Biasanya fungsi ini sangat terasa jika berada di desa terpencil, yang belum banyak dibahas di internet. Dan sangat memudahkan jika kita perlu tawar menawar harga dengan bahasa setempat.

Menjadi sosok yang komunikatif sangat diperlukan bagi teman-teman yang berniat membuat open trip. Coba bayangin, kalau kita nih tertarik ikut open trip ke sebuah negara, misalnya Thailand tapi Team Leader-nya tidak update menjelaskan kebutuhan kita selama di sana, atau tidak detail menjelaskan itinerary-nya, kan sebagai customer kita agak kurang nyaman. Nah, sosok Team Leader harus siap dihubungi kapan saja untuk ditanya-tanya itinerary, biaya, atau bahkan rekomendasi restoran selama di sana oleh customer. Meski suasana hati langsung kurang baik, tapi pelayanan harus tetap maksimal.

Selama di lokasi, pastikan itinerary berjalan semaksimal mungkin.Β Namanya perjalanan, tidak ada yang bisa memastikan tentang ketepatan acara. Terkadang tiba-tiba hujan, atau ban bocor, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya dapat saja terjadi. Jika hal yang di luar rencana terjadi, pastikan bahwa ada komunikasi yang lancar antara Team Leader dengan para member untuk meminamilisir complain.

Yang terakhir, siap dikritik. Seperti yang sering dikatakan Bunda Dorce, “Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT” maka kita sebagai manusia harus selalu siap dikritik. #aish. Lagian ya manalah kita mampu untuk selalu memuaskan keinginan tiap orang. Jadi, kalau tiba-tiba selama perjalanan ada aja keluhan dari member ya…bersabarlah Nak. Tanggapi dengan komunikasi yang sopan dan baik, jelaskan kondisinya seperti apa. Intinya: lakukan yang terbaik saja setiap kali melakukan open trip. πŸ™‚

Lima tips ini semoga membantu ya bagi teman-teman yang berniat membuka open trip. Kalau pintar hitung sana-sini, biasanya dari open trip ini teman-teman bisa jalan-jalan tanpa harus mengeluarkan biaya lho. πŸ˜‰

Satu lagi, selalu ingat untuk ajarkan “tempatkan sampah pada tempatnya” yow karena udah 2016 masa iya jalan-jalan masih aja ninggalin sampah di luar tempatnya. πŸ˜›

DSCN9590.JPG

See ya!

Deva

Benar-benar Baca Gak?

Beberapa hari ini, di reader WordPress saya sering keluar tulisan dari para blogger tentang “trafik” blog mereka. Hal menarik buat didiskusikan lebih lanjut, menurut saya. Selama kurang lebih 5 tahun punya blog (wow…blog saya ini baru ulang tahun ke-5, ternyata!) dan baru kurang lebih 3 minggu ber-domain seperti ini, rasanya sedikit banyak boleh ya share tentang dunia per-blog-an. πŸ™‚

Di blog yang sebelumnya, saya mem-follow banyak banget blogger. Dulu juga punya Feedly, yang isinya bejibun, sampai pusing sendiri membacanya. Hahaha…ambisitious reader! Dan juga pernah sih ada masa-masa membaca beberapa blog sekenanya aja. Karena saya kadang kurang nyaman dengan tulisan yang blognya terlalu berwarna-warni, atau banyak salah ketiknya, atau susunan bahasa yang terlalu baku.Β Ya, saya mah gak complain ke pemilik blog karena itu murni hak mereka. Ya kan?

Continue reading “Benar-benar Baca Gak?”