Short Getaway ke Maribaya Lodge saat Pandemi

Panjang ya judulnya :’)

Sebelum ditanya: JALAN-JALAN SAAT PANDEMI? SERIUS?!

Ya maap, sebenarnya ini jalan-jalan yang tydac direncanakan. Jadi tuh, qadarullah ada pertemuan kantor yang harus dilakukan ke Bandung, ndak iso via Zoom only. Planningnya mah ya pergi pulang aja Bandung – Jakarta. Ternyata rapat tersebut baru selesai pukul 6 sore, yang mana badan dan pikiran syudah lelah sekali, kakak. Akhirnya diskusi dengan teman-teman kantor, okelah kita menginap aja di Bandung.

Tydac membawa perlengkapan satupun untuk menginap. Alhamdulillah ala kulli hal, Bandung surganya FO ya sehingga bisalah membeli baju ganti yang oke.

Terus mau langsung pulang ke Jakarta, asa sayang gitu. Berhubung pergi juga cuma berlima dan kami pikir, gpp kali ya ke objek wisata alam di Bandung. Pilihan pertama yaitu ECO PESANTREN 2 dan setelah itu kembali ke penginapan di Cottage Daarul Jannah, baru deh ke ORCHID FOREST.

Keesokan harinya pukul 6 pagi, kami ke ECO PESANTREN 2, yang jaraknya hanya 30 menit dari ECO PESANTREN 1 di daerah Cigugurgirang Parongpong, Bandung. Kenapa kami mau ke sana? Karena dari informasi yang kami dengar, suasana di sini indah, segar dan dingin. Jadi penasaran gitu lho. Insyaa Allah wilayah ECO PESANTREN 2 ini mau dibangun pesantren khusus akhwat (santri Daarut Tauhiid). Doakan lancar ya!

Sayangnya saya tidak berhasil membuat foto pemandangan yang menarik di sana. Hmm kurang lebih ya tanah kosong, namun ada spot tenda-tenda yang biasa disewakan gitu. Pemandangannya juga indah karena bisa melihat Bandung dari atas. Kebayang kalau subuh-subuh di sana, cantiknya seperti apa, masyaa Allah.

Lalu, sekitar pukul 10an kami sudah tiba di ORCHID FOREST namun qadarullah tutup yang disebabkan angin kencang.

Saat kami di ECO PESANTREN 2, anginnya memang kencang sih, dipikir karena ya suasana pagi. Eh ternyata memang di daerah Lembang, cuacanya sedang hujan-gak ujan-hujan lagi-terus angin kenceng. Gitu aja terus ganti-gantian.

Karena itu, yawda kami pindah ke MARIBAYA LODGE. Yang serunya perjalanan dari ORCHID FOREST ke MARIBAYA LODGE dengan panduan GMaps, membuat kami masuk-masuk ke hutan dengan rute yang mayan bikin dag dig dug. Hehe…jalurnya sempit, tanjakan, turunan dan harus sabar saat bertemu mobil dari arah yang berbeda.

Alhamdulillah tiba dengan selamat di MARIBAYA LODGE. Biaya masuk Rp 45k/ orang, dengan fasilitas voucher makan Rp 10k/ orang, nyobain spot ayunan dan free foto, apalagi ya, lupa. Tapi barusan cek di website mereka, ternyata dapat diskon Rp 3k/ orang, kalau membeli tiket di website mereka. 😀

Jujur sih, saya senang banget akhirnya bisa merasakan udara segar Bandung dengan pemandangan yang cantik. Alhamdulillah saat kami tiba di sana, pengunjungnya masih sedikit (benar-benar banyak saat kami melihat pintu masuk di perjalanan pulang). Tipsnya: datang pagi, agar sekitar pkl 13.00an sudah bisa pulang. Gpp sebentar, yang penting merasa cukup aja dulu. Daripada suasana semakin ramai, yekan?

Kami bertiga ndak nyobain atraksi apapun karena duduk santai gini aja alhamdulillah cukup 😀
Foto ala-ala kayak gini juga bisa recharge energi ya

Jadi, berapa lama kami di MARIBAYA LODGE? Hmm kayaknya maksimal 2 jam deh, sudah termasuk untuk keliling, foto-foto, makan dan sholat. Alhamdulillah cukup ya, bun.

Setelah dari MARIBAYA, kemana? Pulang ke Jakarta langsung, bun. 😀

Ya segitu aja sih cerita short getaway, yang benar-benar short dan tidak direncanakan. Lumayan ngecharge energi dan sungguh berharap kita dikuatkan dan dimampukan menghadapi situasi pandemi ini.

See you!

Ladeva

Perjalanan yang Mendekatkan

Dua ribu dua belas hingga dua ribu empat belas adalah masa-masa saya sering ikut open trip.

Punya banyak kenalan baru dari komunitas open trip tersebut. Dan warbiyasanya, mereka santun, sopan, taat, dan (seinget saya) laki-lakinya tidak ada yang merokok. Dari sekian banyak perjalanan, banyak pula cerita yang bertaburan dari teman-teman baru ini.

Setiap orang punya alasannya sendiri saat memutuskan untuk ‘berjalan’. Dari alasan sekedar ‘suka’ hingga alasan yang bisa bikin saya mengangguk-angguk, ketika itu.

photo6255506166411012020
Sore di Floating Market, Lembang

Alhamdulillah takdir Allah tuh keren.

Dua ribu lima belas merupakan tahun yang membuat saya menjauh dari ‘perjalanan’ padahal ajakan datang dari manapun. Hiatus dari dunia traveling.

Lalu dua ribu enam belas diamanahkan untuk kembali bersentuhan dengan traveling, hingga di awal tahun ini harus lebih difokuskan.

Dan kembali lagi, setiap perjalanan punya cerita masing-masing. Perbedaannya kali ini, setiap cerita dikaitkan dengan Tauhiid dan kuasanya Allah serta ada keyakinan yang ditabur di perjalanan.

Kamu, kapan kali terakhir ‘berjalan’ untuk menemukan cintaNya?

Deva

Ikutan Yuk!

Ehem…ehem…

Bolehlah ya kerjaan dipromosiin di sini 😀

Promosiin apa, Dep?

Promosiin ituh…trip bareng-bareng 😀

Tapi trip ini beda. Bukan cuma sekedar jalan-jalan tapi ada nilai plusnya.

Apa nilai plusnya, Dep?

*anggap aja ada 2 orang lagi ngobrol ya Seus…*

Nilai plusnya adalah ada…sharing ilmu gitu dari Ustadz/Ustadzah Daarut Tauhiid. 🙂

*langsung benerin kerudung*

Jalan-jalannya jadi serius dong, Dep?

Ya gak serius-serius kayak pengajian. Tapi gimana kita nanti didorong untuk ngobrolin hikmah sepanjang perjalanan. Ngobrolnya juga bisa sembari makan kuaci kok. 😀

Oh jadi pulang dari jalan-jalan, bisa bersih hati ya Seus?

Aamiin…namanya juga proses, Seus. Yang penting mah gimana cara kita untuk selalu ibadah meskiii lagi jalan-jalan dan hura-hura. 😀

Siap! Sok atuh mana pilihannya?

JENG JENG JENG…*DRUM ROLL*

wisata-memanahberkuda-feb-2017
Kalo kita takut naik kuda, tenang…ada kuda poni! *taro timbangan di samping kasur*

Ada lagi gak, Dep?

Ada dong. Nih!

wh-pari-maret-2017

Wow…pake speadboat ya, Dep? Insya Allah aman ya!

Aamiin…ikhtiar maksimal Seus agar kita bisa snorkling cantik di Pari.

Terus, cuma domestik aja ya Dep?

Gak kok, ada internasyionel juga Seus. Mau kemana kamu?

Nih ya aku kasih yang internasyionelnya.

Wah…lengkap, Dep!

Iyes, tinggal bawa keluarga, pasangan, atau siapa ajalah ke destinasi ini. Karena ya…kita perlu tuh rehat sejenak dari rutinitas (ahzek!). Capek kan ya bahas Pilkada mulu. #eh

Iyes banget. Terus kalo mau ikutan, ada syarat apa?

Gak ada syarat khusus, selain bawa kelapangan hati untuk mau kenalan sama orang-orang baru ajaaaaa. Open trip kayak gini tuh seru lho. Bisa kenalan dengan teman-teman baru. Kayaknya aku pernah deh bikin tulisan tentang itu. Bisa cek di sini atau di sini.

Daftar dong, Dep! Ada no hp?

Ada banget, Sis. WA aja ke 0852-8910-2222 atau telp aja ke 021-7235255. Gampang kan?

Gampang banget!

Makasih ya Dep.

Iya sama-sama. Buruan daftar ya, sebelum kuotanya penuh! 😀

Hokeh! See ya, Dep!

See you when I see you. 😉

1303798627-travel-through-the-land-so-that-their

Deva

iLearn; Keberkahan dalam Kebahagiaan

Semalam seorang sahabat mengirim sebuah pesan via WhatsApp:

A beautiful speech by Sundar Pichai – Google CEO

The cockroach theory for self development.

At a restaurant, a cockroach suddenly flew from somewhere and sat on a lady.

She started screaming out of fear.

With a panic stricken face and trembling voice, she started jumping, with both her hands desperately trying to get rid of the cockroach.

Her reaction was contagious, as everyone in her group also got panicky.

The lady finally managed to push the cockroach away, but.. it landed on another lady in the group.

Now, it was the turn of the other lady in the group to continue the drama.

The waiter rushed forward to their rescue.

In the relay of throwing, the cockroach next fell upon the waiter.

The waiter stood firm, composed himself and observed the behavior of the cockroach on his shirt.

When he was confident enough, he grabbed it with his fingers and threw it out of the restaurant.

Sipping my coffee and watching the amusement, the antenna of my mind picked up a few thoughts and started wondering, was the cockroach responsible for their histrionic behavior?

If so, then why was the waiter not disturbed?

He handled it near to perfection, without any chaos.

It is not the cockroach, but the inability of those people to handle the disturbance caused by the cockroach, that disturbed the ladies.

I realized that, it is not the shouting of my father or my boss or my wife that disturbs me, but it’s my inability to handle the disturbances caused by their shouting that disturbs me.

It’s not the traffic jams on the road that disturbs me, but my inability to handle the disturbance caused by the traffic jam that disturbs me.

More than the problem, it’s my reaction to the problem that creates chaos in my life.

Lessons learnt from the story:

I understood, I should not react in life.
I should always respond.

The women reacted, whereas the waiter responded.

Reactions are always instinctive whereas responses are always well thought of.

A beautiful way to understand…………LIFE.

Person who is HAPPY is not because Everything is RIGHT in his Life.

He is HAPPY because his Attitude towards Everything in his Life is Right.

Berasa seperti kena teguran gak sih? 😀

Pesan ini saya baca tidak lama setelah ngobrol lama dengan kakak saya. Kami sedang berdiskusi bagaimana seseorang bisa dengan tidak sadar menyebarkan aura negatif hanya dengan terus menerus mengeluh tentang hidupnya dan dipublikasikan via media sosial. Padahal ya dengan menyebarkan negativitas, masalah atau keluhan tersebut tidak terselesaikan.

Lagipula jika kebahagiaan dikejar bukankah tidak akan bisa diraih? Kebahagiaan itu diciptakan, kan? Dan dimulai dengan rasa syukur yang tiada bertepi.

Menurut saya, daripada mengejar kebahagiaan…akan lebih baik jika berkejar-kejaran meraih berkahNya. Ah, jadi ingat kutipan buku Lapis-Lapis Keberkahan “Salim A. Fillah”,

Bahagia adalah kata palin menyihir dalam hidup manusia. Jiwa merinduinya. Akal menharapinya. Raga mengejarnya. Tapi kebahagiaan adalah goda yang tega. Ia bayangan yang melipir jika dipikir, lari jika dicari, tak tentu jika diburu, melesat jika ditangkap, menghilan jika dihadang. Di nanar mata yang tak menjumpa bahagia; insan lain tampak lebih cerah. Di denging telinga yang tak menyimak bahagia; insan lain terdengar lebih ceria. Di gerisik hati yang tak merasa bahagia; insan lain berkilau cahaya.

Dan di paragraf lainnya,

Ialah lapis-lapis keberkahan. Mungkin bukan nikmat atau musibahnya, tapi syukur dan sabarnya. Bukan kaya atau miskinnya, tapi shadaqah dan doanya. Bukan sakit atau sehatnya, tapi dzikir dan tafakkurnya. Bukan sedikit atau banyaknya, tapi ridho dan qana’ahnya. Bukan tinggi atau rendahnya, tapi takziyah dan tawadhu’nya. Bukan kua atau lemahnya, tapi adab dan akhlaqnya. Bukan sempit atau lapangnya, tapi zuhud dan wara’nya. Bukan sukar atau mudahnya, tapi amal dan jihadnya. Bukan berat atau ringannya, tapi ikhlas dan tawakkalnya.

Semoga kita dipermudahNya untuk selalu bersyukur dan mencari berkah di dalam setiap peristiwa.

Semoga keberkahan juga diberikanNya kepada anak-anak ini yang sedang tafakkur alam di Tangkuban Parahu
Semoga keberkahan juga diberikanNya kepada anak-anak ini yang sedang tafakkur alam di Tangkuban Parahu

Jum’at Mubarok!

Deva

iTravel: Catatan Perjalanan ke Tegal Panjang

Namanya Tegal Panjang tapi letaknya bukan di Tegal. Jalurnya pun tidak terlalu panjang, jika dibandingkan gunung pada umumnya. Lebih kurang hanya 6 jam berjalan. 😉

Saya coba bikin catatan perjalanan ke Tegal Panjang-nya sesuai dengan ingatan ya hehe…maklum jalan-jalan ke Tegal Panjangnya ini di pertengahan tahun 2014.

Silahkan dibaca. 🙂

Untuk datang ke Tegal Panjang, saya dan komunitas Petualang24, memulainya di Bandung menuju Pengalengan pakai angkot sewaan. Rutenya lumayan jauh euy dan jalannya juga berbatuan. Lumayan bikin gak bisa tidur di angkot. Kira-kira sekitar jam 5 subuh, kami tiba di Desa Senep. Di sini kami re-packing bawaan, sholat, dan memulai petualangan ke Tegal Panjang.

Continue reading “iTravel: Catatan Perjalanan ke Tegal Panjang”