“Gak mau pake payung, ah. Pake jaket aja. Ada topinya, kok!” Deva kecil selalu ngomong gitu setiap kali Mamanya menyuruh menggunakan payung jika musim hujan datang.
Maklum ya, namanya anak kecil…maunya yang praktis. Deva kecil selalu gak mau repot. Turun naik angkot dan bis kalau pakai payung pasti repot buka tutupnya, pikir Deva kecil saat itu. Payung pun tergeletak begitu saja. Pun, jika disuruh beli sesuatu ke warung dekat rumah, Deva kecil lebih memilih basah-basahan daripada menggunakan payung.
Singkat kata, Deva kecil gak temenan sama payung.
Sampai, pertengahan tahun 2014.
Hari itu, hujan turun sangat deras. Jaket tidak ada yang bisa dipakai. Sedangkan harus ada janji yang ditepati. Satu-satunya pilihan adalah payung warna pink kepunyaan Mama. Tanpa pikir panjang, payung itulah yang dipakai seharian oleh Deva.
Ternyata tidak ada kesulitan berarti seperti yang dipikirkan selama ini. Jika mau naik atau turun angkot, ternyata angkotnya mau menunggu para penumpang yang ingin membuka payungnya. Sopir angkot, terima kasih!
Dan ternyata semakin ke sini, Deva pun berteman baik dengan payung. Tidak hanya saat musim hujan, jika panas sedang menyengat, payung siap untuk dibuka. Bisa dibilang, payung sekarang telah menjadi barang wajib di dalam tas.

Apa kabar jaket?
Ya masih dipakai. Tapi fungsinya bukan lagi untuk melindungi diri saat hujan tapi lebih menghangatkan badan jika terlalu dingin.
***
Akhirnya jadi belajar sesuatu. Hal yang kita pikirkan “akan merepotkan, akan menyulitkan, akan menghambat, dsb” bisa kita atasi dengan sedikit keberanian untuk sekedar mencoba. Toh, jika salah bisa diperbaiki selama masih ada waktu.
Sayangnya, kita tidak pernah tahu kapan waktu berhenti.
***
Kalau kamu, biasa pakai payung, jaket, sweater, atau jas hujan jika musim hujan datang?
R.I






Leave a comment