Dua Bulan

Jakarta

2 Mei 2020, 21.48 WIB

Saking sudah lamanya tidak menulis blog dari laptop, saya sampai lupa password blog ini. Benar bahwa beberapa waktu lalu, pernah mempublish tulisan random di sini tapi itu menggunakan ponsel. Ntah kenapa – mungkin rindu – menulis di laptop untuk blog ranselijo ini.

Tanpa bermaksud mengeluh, namun masyaa Allah ya waktu berjalan relatif cukup cepat buat saya. Dua bulan saja sudah merasakan bekerja dari rumah.

Rasanya mau mengeluh juga tidak pantas. Kenapa? Ya karena memang alhamdulillah masih ada yang bisa dikerjakan dari rumah, masih ada income yang masuk, ada anggota keluarga tersayang di rumah, ada atap untuk berlindung, mampu membeli pulsa agar selalu terkoneksi dengan dunia luar, dsb. Bukankah banyak sekali nikmat yang harus disyukuri, meski memang saat ini hidup tidak semudah biasanya saja.

Saya meyakini firman Allah, semakin banyak kita mampu bersyukur maka nikmat akan Allah tambah lagi. Aamiin!

Jadi dua bulan bagaimana rasanya?

Sebagai orang yang biasa jarang menghabiskan waktu berlama-lama di rumah, saya amazed dengan diri sendiri. Alhamdulillah tidak merasakan kebosanan – yang saya pikir, sebagai orang extrovert, saya akan menderita banget karena tidak bisa bertemu orang-orang di luar.

Mungkin salah satu penyebabnya karena baru pindah rumah?

Atau karena ya memang mencoba nrimo dengan kondisi yang saat ini terjadi.

Ada sebuah pesan dari Aa Gym yang saya ingat bahwa di kondisi – yang saat ini mengharuskan diri untuk ada di rumah maka ada kemungkinan terjadi gesekan-gesekan antar keluarga, cara agar mampu menghindari hal tersebut:

  1. Hayyin – tenang.
  2. Layyin – sopan, santun, penyayang, dan lemah lembut.
  3. Qarib – akrab, hangat dan menyenangkan.
  4. Sahl – memudahkan urusan.

Penjelasan lengkapnya bisa dilihat di bawah ini:

IMG_20200502_215507_029

Tidak mudah untuk berkarakter seperti itu, namun rasanya bisa dicoba pelan-pelan. Semoga Allah berikan keistiqomahan bagi siapapun yang mencoba hal baik tersebut. Aamiin…

Selama dua bulan ini, pekerjaan memang ada beberapa yang di-switching, membantu unit bisnis lainnya yang bisa dibilang jadi ujung tombak kantor saat ini. Karena jelas bahwa sebagai orang yang bekerja di travel agent maka belum bisa membuat rencana perjalanan tapi masih ada 1 program yang pekan lalu saya coba buat dan alhamdulillah diterima dengan baik. Yaitu IG Live “Ngabuburit Around the World bersama Wisata Hikmah”. Jadi, itu adalah sebuah program di IG Live-nya WH untuk sharing santai keadaan di berbagai negara saat ini. Percobaan pertama adalah interview tour guide kami di Maroco dan insyaa Allah besok akan interview teman baik di Madinah. Doakan ya agar lancar dan menarik. 😀

Selain itu, sebenarnya saya pengen banget menulis pengalaman perjalanan saya di Februari lalu ke Uzbekistan selama 8 hari 6 malam. Sudah ada draftnya tapi ntah kenapa ya kok ya maju mundur untuk posting.

Main salju di Amirsoy, Uzbekistan
Main salju bareng Mbak Tudes di Amirsoy, Uzbekistan
Samarkhan, Uzbekistan
Ciri khas bangunan di Samarkhan, Uzbekistan adalah warna-warna birunya seperti ini. Fantastic!

Pernah gak sih kalian ngerasain kayak gini? Apa karena over thingking ya?

Terus juga masih pengen nyoba inget-inget lagi perjalanan keliling Banda Aceh sampai Sabang yang dilakuin akhir tahun 2019 lalu. Doh!

Nama blog boleh ranselijo, kesannya traveling banget tapi kok ya tulisan tentang traveling jarang banget ya. Maapin, yak! 😀

Cerita apalagi ya?

Hmm..oh iya selama 1 bulan terakhir, Mbak di rumah ndak datang lagi untuk sementara – sampai epidemi ini berakhir sehingga skill saya melakukan domestic work bisa dibilang meningkat nih haha! Dari mencuci piring, ngepel, nyapu, organize barang-barang di rumah, mayan deh. Jadi challenge tersendiri jika ingin bangun agak siang dipastikan akan sulit. Apalagi kalau ada online meeting jam 8 pagi, ditambah bantu nemenin ponakan belajar. Hahaha…seru banget atur waktunya.

Terus gimana dengan bulan Ramadhan?

Dengan atau tanpa adanya epidemi ini, sebagai umat muslim, ya harus menjalani Ramadhan semaksimal mungkin. Bahkan harus harus harus lebih baik lagi dari tahun sebelumnya. Benar bahwa ndak bisa tarawih di masjid, tapi ya gpp juga. Kan bisa tarawih di rumah, baik berjamaah maupun sendiri. Saya sempat terharu banget saat tarawih hari kedua, abang saya (qadarullah lagi silaturahim ke rumah) jadi imam tarawih. Wah…gak inget deh kapan terakhir hal ini terjadi. Ditambah lagi saat baca doa, abang saya berasa lagi mimpi muhasabah di rumah. Jadi, rasanya haru.

Saya pernah baca tulisan seorang teman yang dulunya dia LDM dengan suaminya, namun alhamdulillah sudah ndak LDM karena ada kebijakan kantornya gitu, pas banget dengan musim epidemi yang melarang untuk keluar rumah kan. Nah, tulisannya itu berisikan rasa syukur bahwa meski benar epidemi ini challenging tapi ada sisi positifnya yaitu jadi ada quality time yang meningkat antar anggota keluarga. Sedikit banyak hal tersebut, saya rasakan juga. Maka, masyaa Allah benar bahwa tiada satu peristiwa pun yang terjadi di muka bumi ini tanpa ada hikmah di dalamnya. Dan pasti ada kebaikannya, sekecil apapun. Allah Maha Tahu, kita – hambanya – belum tahu hal tersebut.

Semoga siapapun umat muslim yang saat ini sedang menjalani Ramadhan, sendiri, berdua, bertiga, dekat atau berjauhan dengan keluarga – semoga selalu Allah jaga dan diberikan kondisi terbaik. Aamiin!

Hmm mau nulis apalagi ya kali ini?

Oh ya, bagi teman-teman yang ke ranselijo.com untuk mendapatkan berita atau informasi mengenai traveling harap bersabar ya karena mungkin beberapa waktu ke depan, saya akan nulis hal-hal random demi menyalurkan isi pikiran yang over ini hehehe…

Kalau ada ide atau cerita-cerita yang bisa dibagi, share yuk di kolom komentar.

Kita hidupkan blog lagi pelan-pelan 😀

See you!

 

Half Deen Series; Event Terbaik di 2019

Half Deen Series adalah event terbaik yang pernah saya ikuti di tahun 2019. Menariknya, tanggal event ini pun memorable bagi saya

22 Desember

Sepanjang acara, Alhamdulillah tidak terkantuk sama sekali, even a sec, padahal acara ini berlangsung 3 jam, malam hari pula dan pembahasannya ya tentang tauhiid, sebuah materi yang tidak dengan mudah dapat tersampaikan oleh setiap orang.

Selain karena antusias, tapi juga serasa banyak mendapatkan AHA MOMENT dari Allah.

Berbisik dalam hati, “Ya Rabb, skenarioMu indah banget. What’s next? Ada cerita apa lagi ke depannya nanti? Apapun itu, mampukan.”

Bahkan saat menulis caption ini, rasanya tidak akan mampu melukiskan rasa syukur dan hikmah yang didapatkan dari pembahasan Ust Nuzul Dzikri, Lc di event ini. Sangat berharap, bukan hanya euforia sesaat namun benar-benar ada dampaknya di diri ini.

Jadi teringat salah satu pesan seorang teman, saat kami terlibat dalam sebuah event: Jika ada 1 saja orang yang berubah karena event ini (pastinya karena Allah berkehendak), semoga penyelenggara pun mendapatkan pahala dan rahmat dari Allah.

Doa yang sama pun, saya sematkan untuk para penyelenggara event Half Deen ini dan kepada teman-teman yang menjadi jalan Deva hadir di event ini 🙂

*foto diambil sesaat sebelum event dimulai

#30haribercerita
#halfdeen #30hbc2001

@30haribercerita

Ladeva

Belajar Bareng Yuk

Semalam saya hadir di sebuah kajian ilmu bersama beberapa sahabat. Ada satu pertanyaan dari jamaah, yang membuat saya berpikir lama dan saat menjawabnya, Ustadz Nuzul Dzikri, Lc (yang merupakan pengisi materinya) agak tersendu dalam menjawab.

Pertanyaannya lebih kurang: jamaah ini sudah cukup sering hadir di kajian ilmu, namun beberapa waktu lalu, dia diajak ke cafe/ bar oleh seorang temannya. Di perjalanan, ada saja reminder atau alarm yang ia temui – seakan-akan Allah ingin mengingatkannya untuk tidak datang ke sana, bahkan hingga ke depan pintu cafe/ bar hadir seorang pengemis untuk meminta-minta. Di sana dia tersadar, “there something Allah want to tell him”. Namun, ia tetap masuk dan memilih tidak meminum alkohol.

Ia bertanya ke Ustadz, apakah beberapa rententan yang ia temui saat menuju cafe/ bar tersebut adalah pertanda bahwa Allah mencoba meluruskan langkahnya?

Ustadz menjawab panjang dan mendalam. Singkatnya: jika kita mau berpikir dengan hati, ilmu dan serta keyakinan, iya itu adalah pertanda dari Allah. Allah gak mau kita jatuh lagi. Allah gak mau kita jauh lagi. Namun, kita sebagai manusia masih sering melanggar peraturannya, menafikkan semua kebaikan yang Allah sudah kasih ke kita (di titik inilah Ustadz agak tersendu menjawabnya).

Fabiayyi alaa irobbikumatukadziban.

***

Sebentar lagi berganti tahun Masehi. 2020.

Pasti sudah banyak di antara kita yang sibuk membuat resolusi.

Saya pun beberapa hari lalu juga sudah membuat beberapa rencana dan target, seperti yang tahun lalu saya lakukan. Saat membuat rencana ini, membuka-buka catatan sepanjang tahun 2019, masyaa Allah betapa banyak rezeki yang Allah limpahkan. Tapi rasanya dosa pun masih menggunung. Lupa atas semua kebaikan yang sudah Allah berikan.

Semoga masih ada kesempatan untuk bisa lebih baik lagi. Makin bijak dalam membaca hikmah dan membuat prioritas dalam hidup. Berfokus untuk menjadi hambaNya yang bertaqwa.

Kita sama-sama belajar yuk 🙂

Quran Quotes - Call upon me, I will respond to you

Bismillah…

Ladeva

Inget Safa dan Marwah, kak…

Kemarin siang, saya sedang buntu ide dalam mengerjakan tugas. Serasa butuh break sejenak tapi paham banget bahwa harus ada solusi segera dalam tugas ini.

Akhirnya iseng aja ngajak ngbrol teman sebelah kubikel. Namanya Tamtam – anaknya ceria dan komunikatif. Jadi saya pikir, bisa release the stress deh barang sejenak.

Masalahnya, ternyata pertanyaan yang saya ajuin mengundang cerita hikmah yang panjang dan sayang untuk dipotong dari si Tamtam ini.

Tam, kalo kamu ngerasa ikhtiar kamu udah maksimal banget, doa juga udah optimal, tapi hasil ternyata jauh dari keinginan kita, apa yang kamu lakuin?

Sebenarnya mah udah tau jawabannya apa, tapi emang dasar pengen ngbrol dan siapa tau ada insight lain yang bisa saya dapatkan. Lagipula, bukankah masing-masing dari kita perlu direscharge ya – dari sumber pikiran yang positif.

Saat mendengar pertanyaan saya, Tamtam langsung terlihat “curhatable” dan matanya berbinar – padahal dia juga sedang sakit kepala haha…hapunten ya neng!

“Wah kak, aku pernah tuh kak ngalamin hal kayak gitu,” katanya bersemangat.

Saya pun mulai mendengarkan kisahnya.

Ternyata Tamtam dulu pernah berharap sekali bisa masuk ke Universitas negeri yang memang favorit anak-anak SMA lah. Bahkan dari segi nilai, kelayakan dan “green card” dari kampus tsb, sudah Tamtam dapatkan. Intinya mah, tinggal masuk doang.

Tapi qadarullah ada kebijakan lain ketika itu dari Dinas Pendidikan, yang membuat jalan hidup Tamtam gak semudah impian.

Tamtam gagal masuk kampus impiannya.

Pedih.

Kecewa dan mempertanyakan, “kok bisa?”

Long story short, ada 1 jalan lagi yang bisa Tamtam tempuh untuk masuk kampus tsb, sebutlah ujian khususnya.

“Saat otw ke ujian, ya ampun kak, aku benar-benar sedekah, nolongin orang sepanjang jalan, bahkan aku PD ngerjain soalnya dibanding yang sebelumnya,” kenang Tamtam.

Tapi lagi lagi, gagal.

“Aku udah ikuti semua kata-kata motivator, ustadz, kakak kelas, orang tua, pokoknya udah semua. Tapi gagal,” terdengar nada sedih di suaranya.

Akhirnya Tamtam masuk ke Universitas negeri lainnya.

“Allah Maha Tahu kak kebutuhan kita. Kayak hikmah kisah Siti Hajar. Allah nyuruh Siti Hajar lari-lari ke Safa dan Marwah untuk menuhi kebutuhan Nabi Ismail. Tapi ternyata air zamzam ada di bawah kaki Nabi Ismail! Artinya kan, Allah ingin tahu ikhtiar kita semaksimal apa. Kalau kita ninggalin sesuatu karena Allah, pasti Allah udah jamin kebutuhan kita. Allah gak akan ninggalin kita sama sekali!” semangat Tamtam saat bercerita masya Allah. Terasa di hati.

Lanjutnya, “Faktanya, Kak saat aku di kampus yang ini, semua kebutuhanku tercukupi. Aku gak pernah lapar, haus, nilaiku bagus…”

“Wah iya kamu lulus cumma cum laude kan?” potong saya.

“Iya kak!”

Dan memang bukan hanya 1 cerita ini yang saya dengar mengenai hikmah sebuah kegagalan dari pilihan yang ingin sekali kita dapatkan.

Selalu Allah cukupkan semuanya saat memang kita berfokus untuk terus ada di tracknya Allah.

Bukan tentang hasil akhir, tapi selalu mengenai proses. Apakah ada Allah di dalam proses tersebut.

“Ustadz Hanan kan juga pernah bilang untuk selalu ngbrol sama Allah dalam kondisi apapun,” lanjutnya.

Allahu ya kariim…

Seandainya diri ini selalu mengaitkan segala sesuatu dengan Allah maka tidak perlu lagi ada keraguan. Karena pasti Allah menolong.

Pertanyaannya: sudah seberapa besar ikhtiar kita agar pantas ditolong Allah?

Tabik,

Deva

Pernah Gak?

Pernah gak kamu datang ke sebuah tempat yang sama beberapa kali tapi dengan perasaan dan kondisi yang berbeda?

Aku pernah.

Kondisi ini sering membuat aku berpikir, “Sudah sejauh mana aku melangkah dari hari terakhir aku datang ke tempat ini? Apakah sudah lebih baik atau bahkan lebih buruk?”

Tapi ternyata yang lebih mendominasi hati adalah rasa syukur.

Ransel Ijo

Untuk kesekian kalinya, aku jatuh cinta padaNya.

🙂

Alhamdulillah.