Inget Safa dan Marwah, kak…

Kemarin siang, saya sedang buntu ide dalam mengerjakan tugas. Serasa butuh break sejenak tapi paham banget bahwa harus ada solusi segera dalam tugas ini.

Akhirnya iseng aja ngajak ngbrol teman sebelah kubikel. Namanya Tamtam – anaknya ceria dan komunikatif. Jadi saya pikir, bisa release the stress deh barang sejenak.

Masalahnya, ternyata pertanyaan yang saya ajuin mengundang cerita hikmah yang panjang dan sayang untuk dipotong dari si Tamtam ini.

Tam, kalo kamu ngerasa ikhtiar kamu udah maksimal banget, doa juga udah optimal, tapi hasil ternyata jauh dari keinginan kita, apa yang kamu lakuin?

Sebenarnya mah udah tau jawabannya apa, tapi emang dasar pengen ngbrol dan siapa tau ada insight lain yang bisa saya dapatkan. Lagipula, bukankah masing-masing dari kita perlu direscharge ya – dari sumber pikiran yang positif.

Saat mendengar pertanyaan saya, Tamtam langsung terlihat “curhatable” dan matanya berbinar – padahal dia juga sedang sakit kepala haha…hapunten ya neng!

“Wah kak, aku pernah tuh kak ngalamin hal kayak gitu,” katanya bersemangat.

Saya pun mulai mendengarkan kisahnya.

Ternyata Tamtam dulu pernah berharap sekali bisa masuk ke Universitas negeri yang memang favorit anak-anak SMA lah. Bahkan dari segi nilai, kelayakan dan “green card” dari kampus tsb, sudah Tamtam dapatkan. Intinya mah, tinggal masuk doang.

Tapi qadarullah ada kebijakan lain ketika itu dari Dinas Pendidikan, yang membuat jalan hidup Tamtam gak semudah impian.

Tamtam gagal masuk kampus impiannya.

Pedih.

Kecewa dan mempertanyakan, “kok bisa?”

Long story short, ada 1 jalan lagi yang bisa Tamtam tempuh untuk masuk kampus tsb, sebutlah ujian khususnya.

“Saat otw ke ujian, ya ampun kak, aku benar-benar sedekah, nolongin orang sepanjang jalan, bahkan aku PD ngerjain soalnya dibanding yang sebelumnya,” kenang Tamtam.

Tapi lagi lagi, gagal.

“Aku udah ikuti semua kata-kata motivator, ustadz, kakak kelas, orang tua, pokoknya udah semua. Tapi gagal,” terdengar nada sedih di suaranya.

Akhirnya Tamtam masuk ke Universitas negeri lainnya.

“Allah Maha Tahu kak kebutuhan kita. Kayak hikmah kisah Siti Hajar. Allah nyuruh Siti Hajar lari-lari ke Safa dan Marwah untuk menuhi kebutuhan Nabi Ismail. Tapi ternyata air zamzam ada di bawah kaki Nabi Ismail! Artinya kan, Allah ingin tahu ikhtiar kita semaksimal apa. Kalau kita ninggalin sesuatu karena Allah, pasti Allah udah jamin kebutuhan kita. Allah gak akan ninggalin kita sama sekali!” semangat Tamtam saat bercerita masya Allah. Terasa di hati.

Lanjutnya, “Faktanya, Kak saat aku di kampus yang ini, semua kebutuhanku tercukupi. Aku gak pernah lapar, haus, nilaiku bagus…”

“Wah iya kamu lulus cumma cum laude kan?” potong saya.

“Iya kak!”

Dan memang bukan hanya 1 cerita ini yang saya dengar mengenai hikmah sebuah kegagalan dari pilihan yang ingin sekali kita dapatkan.

Selalu Allah cukupkan semuanya saat memang kita berfokus untuk terus ada di tracknya Allah.

Bukan tentang hasil akhir, tapi selalu mengenai proses. Apakah ada Allah di dalam proses tersebut.

“Ustadz Hanan kan juga pernah bilang untuk selalu ngbrol sama Allah dalam kondisi apapun,” lanjutnya.

Allahu ya kariim…

Seandainya diri ini selalu mengaitkan segala sesuatu dengan Allah maka tidak perlu lagi ada keraguan. Karena pasti Allah menolong.

Pertanyaannya: sudah seberapa besar ikhtiar kita agar pantas ditolong Allah?

Tabik,

Deva

4 thoughts on “Inget Safa dan Marwah, kak…

  1. Kalau saya sih inginnya selalu berprasangka baik sama Allah, bahwa Dia Maha Penolong setiap saat, kepada siapapun, dimanapun. kita sepertinya gak bisa bilang, kalo kita udah berikhtiar sejauh ini baru pantas ditolong Allah (karena rasanya kalo gini, kita dan Dia menjadi berjarak, padahal Dia sangat dekat kan). ih, maaf ya mungkin saya sotoy 🙂

    Liked by 1 person

Leave a comment