LIMITLESS CAMPUS; MANAGING ENERGY, NOT STRESS

Jadi hari Sabtu lalu, saat rangorang ramai ke GBK untuk mendukung paslon kesayangan mereka, saya melipir ke tempat lain – yang letaknya tidak jauh dari rumah, yaitu ke The Hamilton 1Park Avenue untuk hadir ke kelasnyaaaa Limitless Campus.

Apa sih itu Limitless Campus?

Hmm, sedangkalnya pengetahuanku dan semudah saya menyederhanakan – ku rasa ini movement yang sama seperti Akademi Berbagi, di mana kita free memilih kelas (ada yang totally free – sifatnya donasi, atau ada juga yang harus berbayar), dengan pemateri yang sudah pro di bidangnya.

Jika saya tidak salah ingat, sudah 3 kelas saya ikuti. Dan yang terbaru bertema: Managing Energy, Not Stress dengan pemateri Renee Suhardono dan Bu Feby Intani (Brand Builder Holcim, Blue Bird, dan Antangin)..

Nah, kenapa saya ingin hadir di kelas ini? Karena beberapa waktu yang lalu, saya sempat dengerin Podcast Inspigo mengenai Managing Energy. Duh lupa banget pematerinya siapa, tapi pointnya ketika itu: udah gak jamannya lagi kita bikin time management, tapi energi management agar lebih efisien aja gitu hidupnya.

Yawda deh, saya daftar saja di kelas LC ini.

Kelas dari BuFeb dibuka dengan kata-kata, “set your priority” – sebenarnya mau saya masukkin video yang saya rekam, eh di Wp ini kok katanya ndak support ya. Hmmm…

Jadi point BuFeb itu, setelah kita tahu prioritasnya kita apa, jadi ya kita bisa memilih mau mengerjakan apa dulu.

Jika semua dirasa penting, maka hal-hal tersebut tidak lah penting.

Belakangan ini saya juga menerapkan hal tersebut pelan-pelan. Misal, ada beberapa to do list, maka saya akan pikir dan tanya detail kepada atasan (misalnya) yang mana yang sangat urgent untuk dilakukan.

Ketika, sudah di rumah, semua hal pekerjaan sebisa mungkin ditinggalkan atau…memberi penjelasan kepada orang di rumah bahwa I need to do this because…deadline (misalnya) dan syukurlah so far tidak ada masalah tentang hal tersebut.

Semakin ke sini, memang harus semakin memilah yang mana yang penting dan tidak penting.

Terutama tentang sholat. Ikhtiar banget untuk sholat di awal waktu, karena itu prioritas.

Poin kedua yang BuFeb sampaikan adalah “everyone has their own time and only Allah, who know the best time for us.”

Ada teman yang udah umroh duluan, ya gpp.

Ada yang sudah punya anak duluan, ya gpp.

Ada yang lanjut Master, ya gpp.

Setiap orang udah punya takdirnya masing-masing. Pun demikian dengan kita. Tugas kita adalah ikhtiar maksimal, berdoa agar dimampukan, dan tawakal.

Seneng deh kalo hadir di sebuah acara (yang bukan religi) tapi selalu ada pesan tauhiid di dalamnya. Asik banget.

Nah, lalu BuFeb juga meyakinkan audience beberapa kali mengenai ‘believe on yourself’.

Kenapa itu penting?

Lah, kalau bukan kita yang percaya terhadap diri sendiri, lalu siapa yang akan percaya?

Pusing liat feed IG rangorang yang ke sana ke mari, mencapai ini itu, sedangkan kita (merasa) tidak melakukan hal-hal penting karena belum ada kesempatan atau belum mampu.

Nah, itu toxic thoughts ya.

Ndak baik.

Back again ke previous explanation: udah ada waktunya masing-masing.

Kenapa harus jauh-jauh dari toxic thoughts? Karena itu bisa membuat diri unhappy.

Gimana bisa sharing happiness ke orang lain, jika diri sendiri belum mampu kita bahagiain.

“You have to take care of yourself, make sure you happy first, then you can make other happy,” BuFeb said.

Tapi menurutku ini debatable sih. Kenapa?

Karena ada beberapa orang yang meyakini bahwa ketika kita berbuat baik ke orang (mendahulukan orang lain dulu) maka ya kita akan happy.

Hmmm…preference kali ya…

Lanjut.

BuFeb juga bilang bahwa jaman sekarang ini rangorang lebih sering curhat di media sosial, dibandingkan ngomong langsung ke orang-orang terdekat mengenai masalah mereka.

Akibatnya ya ndak ada solusi atau itu hanya sekedar fana aja sih.

Paling benar ya, ngadu aja ke Allah, dan jika merasa sangat perlu untuk bertukar pikiran, bisa ke keluarga atau…jika private banget dan merasa ndak bisa sharing kemana-mana, mungkin bisa ke alim ulama atau psikolog.

Ya ndak sih?

Pesan penting lainnya dari BuFeb adalah enjoy your present. Rencana boleh dibuat. Tapi jangan kebanyakan dan ndak ada ikhtiar untuk merealisasikannya. Kalo gagal gimana? Ya gpp. Namanya juga hidup.

Emang bener kan ya?

Namanya juga hidup.

Ada rencana kita yang berhasil, ada yang harus diistirahatkan, ada yang perlu digas, dsb.

Berpegang teguh saja ke Allah.

Mahluk sering sok tahu, tapi Allah sudah pasti Maha Mengetahui.

Setelah sesi dari BuFeb selesai (duh sebenarnya banyak banget sih poin-poinnya) tapi ndak semua saya catat, Renee pun menyampaikan beberapa point penting.

LC-2

Ada gap antara titik kita saat ini dengan keinginan kita di masa depan. Kita harus melalukan sesuatu pastinya untuk meraih mimpi.

Tapi…supaya lebih tenang dan fokus, coba deh tanya lagi ke diri sendiri: seberapa penting hal tersebut untuk kita.

Renee menyampaikan 3 pertanyaan besar yang harus kita jawab:

  1. Gw itu dari mana?
  2. Gw itu ngapain di sini?
  3. Nanti gw kemana?

Sebagai muslim, saya meyakini bahwa in the of the day, semua hal yang kita lakuin itu, ujungnya adalah pertanggung jawaban di akhirat.

Sehingga energi yang kita miliki saat ini seharusnya semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Dengan mengingat hal tersebut, maka kita akan lakukan apapun peran kita sebaik mungkin karena yakin: saat wafat, itu semua harus dipertanggung jawabkan. 😦

Berat euy nulis ini.

Kalau sudah menerapkan: set your priority, ikhtiar maksimal, doa, dan tawakal – seharusnya ndak lagi stres saat ada hal-hal yang tidak cocok dengan keinginan.

Seharusnya ya…

3 thoughts on “LIMITLESS CAMPUS; MANAGING ENERGY, NOT STRESS

Leave a comment