Breaking a Habit

Rasanya dua minggu lalu, load kerjaan terasa begitu tinggi – jika tidak mau dikatakan ‘over’ atau ‘too much’. Teman-teman kantor mengajak nonton film yang katanya ditunggu-tunggu reborn-nya. Saya meragu. Kemudian diyakini, “Udah…ikut aja. Ketawa-ketawa”.

Well…saya pun ikut nonton.

Sepanjang film diputar, tawa penonton meledak. Tawa teman-teman saya meledak.

Saya?

Mengerenyutkan dahi, tertawa sinis, dan berpikir, “Is it really funny? Or am the one who do not have humour sense in this cinema?”

***

Breaking the habit

Paling tidak malam dua minggu lalu, saya melakukan sesuatu di luar kebiasaan, yaitu menonton film yang saya nilai dari awal tidak menarik.

Paling tidak, mencoba.

Easy for the others, may be it would be hard for me.

Deva

 

18 thoughts on “Breaking a Habit

  1. Deva, temen2 deketku juga cerita kalau filmnya ga lucu. Mereka ga tertawa sementara yg disekitar mereka sampai terbahak2. Trus aku bilang mungkin selera humornya berbeda.

    Like

  2. Paling tidak sudah dicoba ya, Mbak, hehe. Meskipun ujung-ujungnya merasa selera humor agak berbeda, ah berarti selera humor Mbak itu eksklusif, tidak mainstream. Jadi bisa berbangga karena ada yang berbeda, haha. Eh tapi saya juga belum nonton filmnya sih, yang reborn itu. Entah kenapa agak kurang tertarik, terus mendengar teman-teman yang sudah menonton “kurang puas”, sepertinya niat menonton makin jauh. Bagi saya yang di masa lalu itu tidak terganti, meski diembel-embeli judul “reborn” sekalipun, hehe.

    Like

  3. Berarti selera humornya ga seperti kebanyakan tuh, Dev. Mungkin nanti akan berlaku, awalnya berasa hambar, lama-lama boleh juga, terakhir malah kangen *sama suasana nontonnya, ngelihat yg lain pd tertawa ๐Ÿ˜€

    Like

Leave a comment