Pilih Kenyamanan atau Kelezatan?

Selera saya ini selera orang Indonesia kebanyakan. Suka masakan yang pedas, porsi masakan yang cukup di perut, ada nasinya, dan yang paling penting bisa ngobrol dengan lama.

Tapi sekarang untuk mendapatkan hal-hal di atas, harus dibarengi dengan harga yang mahal. Karena…iya, harga dolar lagi naik gila-gilaan. Merembet ke kenaikan harga beras, harga bawang juga. Apalagi…cabe. Wajar juga kalau semua pihak yang terkait makan-makanan kayak pemilik restoran dan pedagang kaki lima menaikkan harga dagangannya mereka.

Sedihnya, kenaikan harga ini gak serta merta menaikkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, kita harus pintar-pintar banget jika mau membuat keputusan yang terkait sama uang. Kayak misalnya mau makan di luar. Harus banget tuh tanya ke diri sendiri: cari tempat yang nyaman banget dengan risiko harga menu yang (sering banget) di luar nalar dan rasa masakannya yang mungkin biasa-biasa aja. Atau mau makan di kaki lima dengan rasa masakan yang biasanya cocok dengan lidah, tapi gak bisa ngobrol lama dan kadang lokasinya harus di pinggir jalan, yang mana debu dan asap berebutan minta disapa.

Ya, perbedaan sederhananya gini deh: mau makan di restoran yang mengutamakan kenyamanan tapi rasa biasa atau kaki lima yang mengutamakan rasa tapi kita makan harus buru-buru?

Malah ya, yang saya dengar dari Ryan semalam bahwa restoran di bilangan Jakarta sonoan dikit, setiap 2-3 bulan sekali, silih datang berganti. Dekorasi oke banget tapi rasa masakan yang biasa banget sehingga gak ada customer yang setia untuk datang berkali-kali. Dan teman-teman, pernah dengan ZMOT? Zero Moment of Truth. Biasanya istilah ini dipakai dalam bidang marketing, di mana jaman sekarang orang-orang gampang banget bikin keputusan jadi makan di restoran A atau gak, hanya dengan cari referensi di media sosial, tanpa merasa perlu untuk mencobanya sendiri dulu.

Kebayang ya, betapa keras usaha para pelaku usaha restoran atau kaki lima untuk mempertahankan bisnis mereka.

Sembari nulis ini, hati kecil saya kayak ngomong: “Masih mending kita punya pilihan mau makan di mana? Coba liat bapak yang jualan tissue di lampu merah, apa beliau punya pilihan mau makan di mana? Mereka (kemungkinan besar) lebih berpikir mau makan apa hari ini!”

Gak tau sih, ini perasaan saya aja atau memang kenyataannya di lapangan seperti ini. Tapi yang ingin saya tulis, harga memang udah gila-gilaan naik. Dan beberapa kali menerima laporan klien tentang pendapatan mereka, pada bilang lesu. Padahal mereka bergerak di bidang yang sering kita bilang “basah banget kalau kerja di situ”.

Maaf ya kalau pembahasannya ruwet. Kalau dolar terus naik, saya rasa semakin banyak lagi konsumen yang lebih mementingkan rasa daripada kenyamanan di sebuah restoran. Dan para pelaku usaha restoran harus benar-benar membuat strategi yang tepat agar para konsumen tetap mau datang ke restoran mereka berkali-kali meski harga yang mereka tetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan di kaki lima.

R.I

73 thoughts on “Pilih Kenyamanan atau Kelezatan?

  1. Dolar naik semua harga kebutuhan pokok ikutan naik, yg ga naik cuma gaji doang hehe.
    Dan yang paling menyedihkan adalah.. gak bisa beli tiket pesawat gara-gara kursnya pake dolar amerikaa

    Like

  2. Sekarang harga cabe untungnya sudah normal lagi, Mbak hehe *laporan*
    Tapi iya, bener banget tuh kalo kita masih bisa bingung milih mo makan apa, masak apa itu nikmat yg tak terkira banget karena banyak jg orang di luar sana yg jangankan mikir itu, bisa makan apa engga aja blm tentu.
    Kalo makan di luar sih yg pasti utama buat saya itu rasa kan kita bayar buat sesuatu yg masuk mulut dan perut hahaha

    Like

  3. Gw ada denger dari orang (gak denger langsung) ada analis ngomong best casenya di akhir tahun dollar 14rebu. Cuma beda kasus sama tahun 98 emang.

    Like

  4. Antara nyaman atau lezat, aku pilih lezat, Kak. Kalau tempatnya kurang nyaman, makanannya dibawa pulang supaya bisa makan di rumah. Kalau butuh energi cepat, ya, tidak mikir apa-apa lagi, walaupun tempatnya di tepi jalan :D.
    Kalau ada tempat makan yang nyaman dan menawarkan makanan lezat, itu lebih bagus lagi. Hanya saja buatku, makan di restoran itu semacam cara untuk menyenangkan diri dan orang-orang terdekat, jadi ya bukan untuk dilakukan sering-sering 😀

    Like

  5. iya nih. dollar kyknya pengaruh besar bngt yahh ke semua.nyaa.. kyknya kita harus kembali bercocok tanam dehh.. haha.. tapi menurut aku, yg enak itu emang makanan pinggir jalan sihh.. tapi kalo mau ngobrol yah emang hrus pilih tempat yg bagusan yah buat ngobrol. huahua..

    Like

  6. Mungkin otak saya sudah terlalu tercuci dengan sempat beranggapan bahwa fundamental ekonomi kita kuat gara-gara dua bulan deflasi, tidak melihat fakta bahwa defisit neraca perdagangan membengkak, nilai tukar amburadul, harga minyak merangkak naik, bunga pinjaman melangit, endesbre endesbre, karena ternyata kecualinya terlalu banyak jadi fundamental kita tidak kuat lagi. Hadoh.

    Rupa-rupanya keadaan tidak seaman yang kita pikir, ya Mbak :huhu. Hei, kalau saya Mbak… beli dibungkus, terus makan di kos-kosan teman :hihi. Harga kaki lima tapi obrolan meluncur terus :hihi.

    Like

  7. Iya memang menyedihkan keadaan mata uang kita sekarang tapi salah satu kekuatan ekonomi kita itu kan bisnis domestik yang gak ngandalin barang-barang impor. Semoga kenyataan di kasus Lehman Brothers kemarin masih stay true. Btw iya napa gak bungkus dan bawa pulang aja? Terjangkau dan nyaman makannya.

    Like

    1. Beberapa kali kayak gitu, Mbak. Jadi kalau enak bgt tapi tempatnya kurang nyaman, memang paling bener bawa pulang aja. Sambil ngobrol sama yang lain. 😀

      Doh, semoga Indonesia gak krisis berkepanjangan Mbaaaak…T_T

      Liked by 1 person

  8. Harga cabe beberapa minggu terakhir udah normal kok, cenderung murah banget malah, harga telur juga, udah turun drastis ketimbang beberapa minggu sebelumnya…hehehe..ini laporan dari yang tiap minggu turun ke pasar tradisional 😀

    Liked by 1 person

  9. Kalo lagi nyari makan doang sih kelezatan ya. Kalo lagi ngumpul dan pengen lama lama lebih milih yg nyaman. Tapi diatas keduanya yg lebih jd prioritas saya kebersihan dan higienisnya mbak hehe

    Like

  10. Iya nih, bingung ama pebisnis restoran di Indonesia, antara kasian krn rawan gak laku, juga jengkel kalo ngerasa menunya kurang sip tapi harga gila. Kenapa mereka gak pake chef pedagang kaki lima aja ya?
    Aku pernah baca tulisannya pak Renald Kasali yang ngerasa hambar dg rasa masakan hotel dan excecutive lounge di bandara, enak an di kaki lima katanya.

    Like

  11. Tergantung sikon ya Dev. Mau makan untuk makan atau makan sekalian ngobrol sama teman, hehe.

    Kalau disini sih pilihannya gampang. Masak sendiri aja di rumah. Habis harga-harga makanan di luar semuanya mahal-mahal sih, haha 😛

    Like

Leave a reply to zilko Cancel reply