Belajar Mengenal Kecewa

Pernahkah kamu berharap dan dikecewakan saat itu juga?

***

Semalam, saya menemani kakak ipar ke Optik Melawai untuk membuat kacamata keponakan saya, Octav namanya. Bocah berusia 6 tahun yang mempunyai kelainan mata “lazy eyes” atau yang jamak disebut juling.

Mata kiri Octav sejak lahir juling dan mata kanannya minus 5 dan silinder. Bayangkan, betapa suramnya penglihatannya. Dulu, waktu berusia 9 bulan sempat diperiksakan ke dokter tapi karena usia yang masih terlalu dini, dokter tidak bisa melakukan apapun, selain hanya diberi penutup mata sebelah agar saling menyesuaikan.

Waktu terus berjalan.

Minusnya penglihatan jelas membuat Octav sulit melihat secara jelas walaupun tidak mengurangi kegesitan dia dalam bermain. Jika tidak jelas dalam melihat sesuatu, maka ia pun mencium benda tersebut. Perih melihatnya? Jelas.

Akhirnya, beberapa waktu lalu sempat punya kacamata tapi patah.

Bagaimana reaksi Octav? Ya, dia biasa saja.

Sampai beberapa hari lalu, saya mendengar cerita.

“Dia sekarang diledekin Wakwaw (silahkan googling untuk tahu informasi ini) sama anak-anak tetangga. Octav kejar anak-anak itu. Octav marah banget. Abang sampai marah-marahin anak-anak itu.”

Kurang lebih seperti itu yang diceritakan Mama dan kakak ipar saya.

Saat mendengar itu, ingin sekali saya meledak. Tapi toh mereka anak-anak, yang belum mempunyai akal memilah yang baik dan buruk.

Balik lagi ke awal cerita.

Tunggu, sebelumnya saat saya ajak Octav untuk ke Optik, dia tersenyum lebar sekali. Setiap orang yang ia temui, selalu diberitahu bahwa ia akan ke Optik bikin kacamata.

Tibalah kami di pintu masuk Optik.

Octav menggenggam tangan saya, tersenyum, dan mencium tangan saya.

Tapi ternyata, Allah membuat jalan agar kami sedikit bersabar.

“Maaf, Bu. Untuk anak usia 6 tahun dengan mata prisma seperti ini tidak bisa langsung periksa mata di sini. Harus ada resep dokter. Coba dikonsultasikan dulu ke dokter, nanti baru bisa bikin di sini,” ujar petugas Optik.

Deg.

Seketika saya melihat wajah Octav. Dia anak yang cerdas, kawan. Perbendaharaan kata-katanya sungguh kaya sehingga saya yakin dia paham maksud petugas Optik tersebut.

“Maaf ya Tav, gak apa-apa kan?”

Dan, Octav hanya tersenyum tapi saya lihat ada air mata yang menggenang di pelupuknya. Perih sekali.

Kami pun keluar.

Petugas Optik menyambangi kami lagi dengan senyum, “Maaf ya Bu. Coba bawa aja ke dokter dulu.”

Mungkin petugas tersebut merasakan kekecewaan Octav.

Ya, muka Octav saat itu sungguh kecewa meski dia mencoba tersenyum. Sepanjang jalan pulang, Octav hanya diam, dan meletakkan kepalanya di paha saya. Dia tidak tertidur. Matanya terbuka dengan kosong. Saya dan kakak ipar tidak sanggup bicara apa-apa lagi.

***

Semalam, saya belajar cara mengendalikan kecewa dari bocah 6 tahun.

Dia kecewa tapi tidak mengumpat.

Dia kecewa tapi tidak menangis.

Dia kecewa dan memberi waktu untuk merasakan hal tersebut.

Dia kecewa tapi dia tahu bahwa di sekelilingnya ada banyak sekali cinta yang diberikan untuknya.

Dia kecewa tapi setibanya di rumah, dia meletakkan luka itu di belakang dan kembali tertawa seperti semula.

Meski, luka masih ada.

***

My dear Octav, jangan khawatir ya, Nak. Ummi-mu sedang atur waktu untuk bertemu dengan dokter. Belajar yang pintar, buka hati untuk selalu bersabar dan memaafkan sesama. Kelak, kamu akan melihat dunia dengan lebih jelas dan terang, insya Allah. Langkahmu tidak akan berhenti di sini.

We rise by lifting others

Source: here

R.I

31 thoughts on “Belajar Mengenal Kecewa

  1. Gpp Mbak Dev.. Ambil hikmahnya aja.. Selama ini aku selalu periksa mata di optik, dan minusku selalu naik mulu.. Mungkin krn kurang akurat pemeriksaannya..
    Terus tahun 2011 utk pertama kalinya aku periksanya di dokter mata, emang lebih ribet dan lebih lama tapi resepnya terasa pas dan setiap periksa mata minusku gak nambah2 dr tahun segitu, terakhir periksa di Melawai bulan Juli lalu.. 🙂
    Aku periksanya di RSM Aini..
    Sempet aku abadikan di post ini.. https://jnynita.wordpress.com/2011/12/04/periksa-mata-di-rsm-aini/

    Like

    1. Iya, Insya Allah selalu ada hikmah dari setiap peristiwa ya, Nit 🙂

      Dulu Octav sempat periksa ke JEC dan Aini, mungkin untuk saat ini akan kembali lagi ke JEC. Mohon doanya ya, Nit. 🙂

      Ngomong-ngomong, kamu masih ingat aku dulu sempat komen di blogmu tentang keinginanku bersihkan karang gigi? Jika kamu ingat, aku kemarin jadi bersihin karang gigi dan tidak sakit. Yeay! Hahahaha…

      Like

  2. assalamualaikum…apa kbr mba deva.
    mungkin disini saya sedikit berbagi pengalaman, kebetulan saya minus tp emang faktor pekerjaan yang nonstop di depan layar komputer dan pola hidup yg kurang sehat utk mata yaitu membaca sambil tidur dan bermain hp di saat lampur kamar mati.
    saya tau mata saya mins di tahun 2009 dan mulai saat itu saya menggunakan kaca mata.
    saya mendapat sebuah resep dari salah satu tempat pijit akupuntur soal mata mins dan silinder.
    Mungkin kebanyakan mengetahui wortel sangat baik untuk mata, tetapi biji dari dauh sirih ternyata jauh lebih baik.
    dari 2009 hingga saat ini minus mata saya tidak pernah bertambah dan saya masih duduk di depan komputer 8jam lbh dalam sehari dan pola membaca sambil tdr menjelang tdr, bermain hp di saat lampu kamar sudah di padamkan masih saya lakukan (alias pola hidup saya masih tdk sehat).
    Tetapi saya lebih rajin mengkonsumsi biji dauh sirih tersebut dibandingkan jus wortel.
    Mungkin adek Octav dapat diberikan juga, sambil berdoa agar Allah memberikan kesembuhan untuk mata adek oktav.
    Cara konsumsi:
    Biji/bunga daun sirih (sepeti batang) di makan sehari sebanyak 1-3 biji (jika kesulitan karena rasanya dapat di telan langsung seperti meminum obat).
    Semoga bermanfaat.

    Like

    1. Alhamdulillah kabarku baik, Mbak Wina.

      Terima kasih ya Mbak atas tips ini. Aku blm pernah mendengar bunga atau biji daun sirih, nanti aku cari tahu. Di rumahku hanya ada pohon daun sirih, Mbak…tp blm pnh liat bunga atau bijinya.

      Like

    2. Tanbahan, kayaknya aku juga menuju minus matanya nih hahahahaha karena sering di depan komputer, membaca dari gadget dengan lampu kamar yang mati. Jadi kayak kering dan pegal matanya. Pernah aku kompres pake ketimun tapi gak terlalu pengaruh. Ah Mbak Wina, aku jadi ingat udah lama gak minum jus wortel. 😀

      Like

  3. aw.. terharu loh bacanyaa.. cousin aku juga ada yg punya lazy eyes.. mungkin ini lebih parah dr octav karena udah undergo bbrp operasi pas dia masih kecil.. skrng sudah mendingan walaupun msh bs kliatan dia punya lazy eyes.. thank God juga temen2nya skrng lebih bisa jaga mulut karena udah mulai dewasa.. hopefully Octav bs dpt kacamata.nya dngn cepat yaa.. =)

    Like

      1. ini cousin aku pas umur 8 tahun gt.. trus operasi lagi pas umur 10 tahun kalo ga salah.. pokoknya pas masih SD.. dan itu kan dngn teknologi tahun 90an yaa.. skrng dia seumur aku.. skitar 23 tahun. . jadi harusnya teknologi sekarang lebih canggih yaa.. kalau mau. coba aku tanya tante-ku, siapa tau dia masih simpen kartu nama dokter.nyaa gt..

        Like

  4. Merinding bacanya Dev. Pernah baca dari ahli parenting orang pemarah yang suka mengumpat dan minta dilayani yang pertama ato pengemudi yang gak mau kalah itu katanya belum pernah belajar kecewa di masa kecilnya. Termasuk gw ini. Jadi dari kecil anak emang seharusnya sudah diajarkan buat kecewa biar bisa menangani emosinya dengan baik kalo dah dewasa.

    Like

      1. Terima kasih dan aamiin untuk doanya, Bang! Doa yg terbaik juga untuk Bang Dani dan keluarga.

        Tentang belajar kecewa dari anak kecil, Bang Dani pernah kan membaca atau mendengar bahwa tulisan sering kali lebih dewasa dari penulisnya? Hahaha and I am still learning tho 🙂

        Like

  5. Terharu bacanya Dev. Mudah-mudahan segera bertemu dokter yang bisa memberi resepnya ya.

    Btw, aku setuju, belajar akan rasanya kekecewaan itu perlu banget. Karena pada akhirnya nggak mungkin kita mendapatkan semua yang kita punya di hidup ini kan *tsahhh*

    Like

  6. Membacanya jadi ikut belajar menangani kecewa dengan sikap Oktav. Oiya, Dev, ada ponakan dari temanku, matanya seperti yg dialami oktav dan dia malah hiperaktif, justru solusinya operasi *mungkin beda kasus barangkali ya* 2013 kemaren ketemu anaknya dikampung matanya terlihat lebih baik. Justru anjuran dokter katanya, semakin cepat diambil tindakan justru semakin baik. Coba cari informasi ke dokter mata yg lain juga Dev, siapa tau cocok sama Oktav.
    Mudah-mudahan segera ketemu kacamata yg cocok buat Oktav.

    Like

Leave a comment